All She Knows...


All She Knows...

"Once again you're home alone, tears running from your eyes, and I'm on the outside.
Knowing that you're all I want, but I can't do anything, I'm so helpless baby.
Everyday same old things, so used to feelin pain, never had real love before...  And it ain't her fault...." (All She Knows-Bruno Mars)

Senja sudah luruh,  malam menggantikannya dengan cepat. Di kejauhan sesekali cahaya kilat membelah langit, menandakan ketidakstabilan udara di atas sana., menandakan bahwa hujan akan segera turun.
Tapi di matamu, May. Hujan selalu datang, sudah semenjak lama, matamu adalah semesta yang tak lagi dikunjungi matahari, bukit pipimu adalah tanah yang selalu basah lalu segera dikeringkan udara, berkali-kali.
"Dia melakukannya lagi, Re" ucapmu getir, sambil memutar-mutar cangkir kopi di hadapanmu, membiarkan kehangatannya hilang dan asap beraroma wangi mulai hilang menguap.
Sore itu, kita kembali duduk berhadapan, di sebuah kedai kopi di ujung jalan. Kedai mungil yang dulu selalu menjadi langganan kita. Kedai yang selalu menyeret paksa kaki kita untuk bertemu, seolah di sinilah dermaga persinggahan kita setelah lelah berlayar dan mengembara. Kedai yang dinding dan lantainya -andai bisa bicara- seakan mengulang kenangan bertahun-tahun dulu, saat kita masih menyemai rindu di mata, dan aku yang selalu memujamu, jatuh cinta sampai detik ini.
"Kau seharusnya pergi, May"
Kupalingkan wajah keluar jendela, mengalihkan pandangan dari wajahmu. Ah, May. Hujan turun lagi di sana.
"Aku tidak bisa, Re"
"Kenapa?" tanyaku cepat, kali ini tanganku gemetar, mengangkat cangkir kopiku.
"Aku mencintainya" ucapmu, mulai tersedu.
Kutarik nafasku. Bodoh kau, May. Kau tidak mencintainya, kau berkompromi untuk cintanya. Berkompromi itu bukan cinta, May. Tapi perjanjian.
Kucondongkan badanku ke depan, meraih wajahnya yang tertunduk dan menatap tepat ke dalam matanya yang berair. Kugenggam tangannya menabahkan. Tak ada yang bisa aku lakukan lagi.
Kau yang memilihnya May. Kau yang memilih menjadi bertahan dalam badai itu. Kau berada tepat di tengah-tengah mata badainya, May. Terhisap dalam dan tak bisa melepaskan kenangan.
"Aku di sini, May. Menangislah" ucapku bergetar.
Kubiarkan gadis itu tersedu-sedu sambil menggengam tanganku. Dia tak tahu, dalam dada, tangisku lebih nyaring dari tangisnya.

*****

Hujan turun lagi siang ini, May.  Bersisian kita duduk di beranda, di atas ayunan besi yang berderit-derit tiap kali kita goyangkan, sama-sama memandang gerimis yang jatuh di semak-semak melati di ujung taman.
"Kau tak perlu khawatir lagi, Re." ucapmu diantara desir suara hujan yang jatuh dari talang air.
"Ya..." sahutku pendek, airmataku turun perlahan
"Aku bahagia sekarang. Kau tak perlu menangis, Re" senyummu tampak indah.
Kutolehkan kepala dan memandangimu lama. Ya, aku memang tak perlu khawatir lagi. Kau terlihat sangat cantik dalam cahaya sore kelabu yang samar jatuh di wajahmu.
Ah, May. Matamu tak lagi memetakan badai. Cahaya dikedua maniknya lebih terang dari matahari.  Bukit pipimu, menjadi tanah gembur tempat kebahagiaan akan segera di semai. Tahukah kau, baru kali ini aku menangis, dan di antara tetes airmataku, aku juga berbahagia untukmu, May. Sungguh.
"Kau masih mencintaiku, Re?"
Pertanyaanmu mengagetkanku, sekian lama, sekian tahun, baru kali ini kau tanyakan hal keramat itu.
"Kau tahu jawabannya, May" sahutku, sambil menggenggam tangannya yang terasa dingin di telapakku.
Dia tersenyum sambil mengangguk.
Ya, May. Aku mencintaimu. Kau tahu itu. Dulu, sekarang dan nanti. Selama kau hidup bahkan mati. Dan andai, ribuan badai lain turun di matamu, aku akan tetap di sini. Menggenggam tanganmu, menyediakan ceruk bahuku untuk banjir bandang sedihmu. Kau tahu itu, May. Teramat tahu...

*****

Siang di sambut sore, kelabu tetap menggantung di langit, menumpahkan hujan yang enggan untuk berhenti. Angin mulai berhembus lebih kencang, kertas-kertas koran bertanggal dua hari lalu berhamburan dari atas meja di samping ayunan besi. Selembar kertas itu bahkan melayang pelan menyentuh ujung kaki Re yang masih duduk memandang gerimis yang jatuh di semak-semak melati di ujung taman.
Di halamannya tertulis.
__________________________________________________________________
CITYPOST.CO.ID, Balikpapan - Pembunuhan Mayla Zhafira (27), warga Komplek Perumahan Kota Hijau, Balikpapan, yang dilakukan oleh suaminya sendiri, Alexander Frans (31), direkontruksi hari ini.
Pelaksanaan rekonstruksi dikawal ketat oleh petugas dikarenakan...........
__________________________________________________________________

*****

All she knows is the pain in the corner of an empty home, She's still comfortable,
I want her to know It can be better than this I can't pretend...
Wish we were more than friends.....

Suka artikel ini ?

About Farid

Admin Blog

Mohon berkomentar Join This Site Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan