SUN STAR


Aku adalah Matahari. Matahari itu selalu menyinari bumi. Matahari adalah salah satu bintang diantara banyak bintang yang ada di angkasa. Untuk itulah, Matahari dan Bintang adalah satu kekuatan,satu jiwa, satu tubuh.
Aku berdiri didepan sebuah rumah megah bernuansa kuning cerah. Aku baru saja menekan bel rumah itu dan menunggu salah seorang penghuni rumah keluar menyambutku.
Seorang wanita dengan daster motif berwarna biru pudar terpogoh-pogoh keluar dari rumah dan menyapaku.
“Ada Ibu Bulan?” tanyaku penuh senyum
“Ada! Mbak siapa?” tanya wanita setengah baya itu
“Saya Arie dari Jakarta. Saya rekan bisnis Pak Bintang”
Wanita itu mengangguk mengerti dan membukakan pintu pagar untukku. Aku langsung dipersilahkan masuk kedalam ruang tamu oleh wanita itu.
Aku duduk di sofa putih sambil memperhatikan arsitektur rumah itu. Rumah itu bersih dan tertata apik. Nuansa kayu menghiasi beberapa perabotan yang ada di rumah itu.
Terlihat sebuah foto keluarga yang cukup besar tergantung di salah satu sudut ruang tamu. Ada 5 orang di foto besar itu. Sepasang suami istri dan tiga anak mereka. Aku mengenal salah satu wajah yang ada di foto itu, foto Bintang.
Seorang wanita dengan rambut sebahu warna coklat yang tidak merata keluar dari dalam rumah. Penampilan khas ibu rumah tangga, dekil tanpa make up dan berpakaian daster.
“Selamat siang ibu” ucapku penuh senyum dan berdiri menyambutnya. Aku langsung menyodorkan tangan untuk berjabatan dengannya.
Tangan wanita itu kasar. Sepertinya ia adalah tipe ibu rumah tangga sejati yang langsung terjun menangani rumahnya.
“Arie” ucapku
“Bulan” ucap wanita itu “Ada apa ya mbak? Kata pembantu saya, anda rekan kerja suami saya?”
Aku mengangguk yakin. “Betul. Saya dari Jakarta, saya kemari untuk memberikan ini”
Aku mengeluarkan sebuah kotak bludru merah dari dalam tasku. Aku memberikan kotak itu kepada Bulan.
Bulan berterima kasih dan langsung membuka kotak itu. Wajahnya terlihat sangat kaget melihat isi dari kotak itu.
“Ya Ampun… Bagus sekali” ucap Bulan. Ia mengelus kalung mutiara pink yang ada di kotak itu. Dengan hati-hati ia membuka pengait kalung dari kotaknya.
“Mari saya bantu” ucapku sambil membantuku melepaskan pengait kalung. Aku lalu memasangkan kalung itu ke leher Bulan.
“Cantik” pujiku
“Terima kasih, mbak. Hadiahnya sangat cantik” ucapnya sambil menunduk memperhatikan kalung di lehernya.
“Ini untuk saya?”
Aku kembali mengangguk. “Itu khusus dibuat untuk ibu Bulan”
“Aduh… Saya jadi malu. Ya ampun!! Saya sampe lupa menyuguhi minum. Sebentar ya Mbak”
Wanita itu meninggalkanku dan menuju kedalam rumahnya. Sementara diriku tersenyum puas. Rencana no satuku berhasil tanpa halangan.
***
“Kamu lagi dimana sayang?” Suara di seberang sana langsung nyerocos bicara sebelum aku sempat berkata halo.
“Aku lagi di Bandung” ucapku berbohong “Ada apa sayang? Kangen ya sama aku?”
Pria diseberang sana tertawa terbahak-bahak. “Aku kangen sama kamu. Kangen main kucing”
Aku tertawa. “Aku juga”
“Sayang, aku lusa sampe Jakarta, kamu kapan pulang dari Bandung?”
“Mhmmm…” aku berusaha berpikir. Mencari celah kebohongan “Aku ngga tahu,mas. Ini ada project ma klien besar. Aku ngga pasti bisa pulang cepet. Mungkin baru sabtu atau minggu sampai Jakarta”
“Atau aku nyusul kamu ke Bandung aja gimana?”
“Ngga usah” Aku memejamkan mata berkonsentrasi mencari alasan “Aku ngga enak sama temen-temen kantorku. Mereka semua pergi sendiri, masa aku disusulin ma suami. Malu ah”
Pria yang menikahiku sebulan yang lalu itu kembali tertawa. “Baiklah. Aku akan setia menunggumu pulang”
“Makasih sayang” ucapku mesra “Mas, Aku harus pergi dulu ya, sudah dipanggil meeting oleh bosku”
“Baik. Love you”
“Love you too”
Aku melepaskan handphone mahalku dari telingaku dan menatap wanita yang membawa baki makanan menuju tempatku duduk di foodcourt Tunjungan Plaza.
“Telpon bisnis ya mbak?” tanya wanita itu
Aku tersenyum dan menggeleng. “Dari suami saya”
Wanita itu tersenyum “Senangnya diperhatikan suami. Suami saya sangat sibuk sekali. Kerjanya keluar kota terus”
Aku tetap tersenyum. Aku mulai membandingkan diriku dengan wanita yang duduk dihadapanku. Ia tidak sadar, bahwa karena dialah aku menjadi bernasib seperti ini.
***
Sebuah nafas berat tiba-tiba terasa dari tengkukku. Aku terbangun kaget. Berusaha untuk sadar dengan yang terjadi sekelilingku. Sebuah tangan besar memeluk pinggangku dan aku mulai merasakan pemilik nafas itu mencium tengkukku.
“Hai sayang” ucapnya
Aku bernafas lega. Ternyata itu dirinya, orang yang selama ini kurindukan. Aku memegang tangannya yang memeluk pinggangku.
“Akhirnya kamu datang juga”
“I little bit busy”
“Me too”
“Bagaimana dengan Bulan?”
“Ia sudah menerima paket kita. Sebentar lagi rencana kita pasti berhasil”
Ia kembali mencium tengkukku. “Bagus”
***
Mayat seorang wanita setengah baya diketemukan di sebuah lahan kosong dekat kompleks universitas Sepuluh November. Baik pihak universitas dan masyarakat yang tinggal di sekitar TKP geger dengan adanya penemuan mayat itu. Mayat itu bukanlah orang sembarangan. Almarhumah adalah istri dari salah seorang anggota DPR.
Kepolisian Surabaya yang menyelidiki kasus itu mengatakan bahwa wanita itu dibunuh, dan pelaku utamanya adalah tak lain adalah suaminya sendiri. Suaminya yang diketemukan sedang berada di salah satu apartemen di Jakarta langsung diciduk dan dibawa ke rutan kejaksaan Surabaya.
Bapak Bintang Wirawan, anggota DPR pusat yang baru saja dilantik oktober lalu, langsung dipecat dari kepengurusan partai A. Ia dianggap mencemarkan nama baik partai karena diduga membunuh. Bintang tidak bisa membela apapun, karena alibinya sangat lemah. Tidak ada yang bisa membelanya berada di Jakarta saat kejadian pembunuhan berlangsung.
Surya mematikan TV yang sedang gencar memberitakan tentang kasus Bintang Wirawan. Surya bangkit dan menuju kearah kamar mandi hotel yang pintunya terbuka.
Surya menatapku tajam. “Kita berhasil sayang”
Aku tersenyum. “Tidak sia-sia bukan aku menikahi Bintang?”
Surya memeluk tubuhku. “Tidak”
***
Suka artikel ini ?

About Farid

Admin Blog

Mohon berkomentar Join This Site Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan